
Dalam sistem hukum Indonesia, anak yang memiliki kewarganegaraan ganda terbatas wajib menentukan pilihan kewarganegaraannya sebelum batas usia tertentu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan peraturan pelaksananya. Apabila anak tersebut terlambat melaporkan pilihannya, secara hukum ia dapat kehilangan hak untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) dan berisiko menjadi asing di negara tempat ia dibesarkan. Situasi ini menimbulkan berbagai dampak serius, seperti keterbatasan hak tinggal, pendidikan, pekerjaan, dan hak sipil lainnya. Dalam kondisi ini, peran advokat menjadi krusial. Pendampingan hukum yang dilakukan oleh pimpinan kantor AM Law Office & Partner Bapak Fariz Aldiano Phoa, S.H. bersama peserta magang Center of Excellence Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2022 Batch 4, yang beranggotakan Angelia Gadis Ayu Andini, Aldias Fajria Triazara dan Fernaldi Putra Liantama, ini diperlukan untuk mengajukan permohonan pewarganegaraan atau upaya administratif lain guna memulihkan status WNI anak tersebut. Advokat tidak hanya membantu menyusun dokumen hukum yang diperlukan, tetapi juga mewakili kepentingan hukum anak di hadapan instansi pemerintahan, serta memastikan seluruh prosedur berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dengan pendampingan yang tepat, anak yang terlambat lapor masih memiliki peluang besar untuk mendapatkan kembali status kewarganegaraannya secara sah dan melindungi hak-haknya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, anak yang memiliki kewarganegaraan ganda terbatas wajib memilih salah satu kewarganegaraannya setelah berusia 18 tahun atau sudah menikah sebelum usia tersebut. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan bahwa anak berkewarganegaraan ganda wajib menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya paling lambat tiga tahun setelah usia 18 tahun. Apabila anak tersebut tidak menyatakan pilihannya dalam batas waktu yang telah ditentukan, maka berdasarkan Pasal 6 ayat (2), ia secara otomatis kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Data dari Kementerian Hukum dan HAM RI menunjukkan bahwa masih banyak anak berkewarganegaraan ganda yang tidak menyadari kewajiban administratif ini, sehingga mengakibatkan keterlambatan dalam pelaporan. Keterlambatan ini menempatkan mereka dalam posisi tanpa kewarganegaraan yang jelas (stateless) atau diperlakukan sebagai warga negara asing di Indonesia, mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh akses pendidikan, kesehatan, pekerjaan, hingga hak atas kepemilikan properti. Untuk mengatasi situasi ini, upaya hukum seperti permohonan pewarganegaraan berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dapat dilakukan. Pendampingan advokat menjadi penting untuk membantu menyiapkan permohonan, mengumpulkan bukti administratif, serta mendampingi dalam proses verifikasi administrasi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU). Advokat juga berperan dalam mengajukan keberatan administratif jika terjadi penolakan, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dengan dukungan hukum yang tepat, peluang anak untuk memperoleh kembali status WNI tetap terbuka.

Adapun PP Nomor 21 Tahun 2022 tentang Perubahan atas PP Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia memberikan perluasan dan penyempurnaan terhadap mekanisme pemilihan kewarganegaraan bagi anak berkewarganegaraan ganda. Salah satu substansi penting dalam PP ini adalah adanya penambahan pengaturan khusus yang memberi kesempatan kepada anak berkewarganegaraan ganda yang terlambat memilih kewarganegaraan untuk tetap memperoleh status sebagai Warga Negara Indonesia, melalui mekanisme permohonan pewarganegaraan atau permohonan khusus kepada Menteri Hukum dan HAM. Pasal 20A hingga Pasal 20C PP ini secara eksplisit membuka ruang pengecualian atas batas waktu pelaporan, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, prinsip yang selaras dengan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia. Ini menjadi celah hukum yang sangat penting bagi anak-anak yang terlambat lapor, karena sebelumnya ketentuan hukum hanya memberi batas waktu mutlak hingga usia 21 tahun (18 tahun + 3 tahun masa tenggang). Dalam konteks artikel “Mengejar Status WNI”, PP ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi advokat dalam mendampingi klien yang menghadapi keterlambatan administrasi. Dengan memanfaatkan ketentuan dalam PP No. 21 Tahun 2022, advokat dapat membantu menyusun permohonan dengan argumen hukum dan sosiologis yang kuat agar anak tetap dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia, terutama bila anak lahir dan besar di Indonesia, memiliki ikatan keluarga yang kuat, serta telah berkontribusi sosial. Dengan demikian, PP ini menjadi tonggak regulasi penting yang memperluas perlindungan hukum bagi anak berkewarganegaraan ganda, sekaligus memperkuat urgensi pendampingan hukum dalam proses administrasi dan litigasi yang mungkin diperlukan.
Anak berkewarganegaraan ganda yang terlambat melaporkan pilihannya untuk menjadi Warga Negara Indonesia menghadapi risiko kehilangan status kewarganegaraannya secara hukum. Namun, melalui pemahaman yang tepat terhadap regulasi terbaru, khususnya PP Nomor 21 Tahun 2022, kesempatan untuk memperoleh kembali status sebagai WNI masih terbuka, terutama jika terdapat alasan yang sah dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak tetap dikedepankan. Dalam situasi ini, pendampingan advokat memegang peran penting untuk memastikan setiap tahapan hukum dan administratif dapat dilalui dengan benar, mulai dari penyusunan permohonan hingga advokasi terhadap lembaga yang berwenang. Pendekatan hukum yang tepat tidak hanya dapat mengembalikan status kewarganegaraan anak, tetapi juga melindungi hak-haknya sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, sinergi antara pemahaman hukum, keberpihakan pada kepentingan anak, dan peran advokat menjadi kunci dalam mewujudkan keadilan dan kepastian hukum dalam kasus keterlambatan pelaporan kewarganegaraan ini.
Penulis :
- ANGELIA GADIS AYU ANDINI
- ALDIAS FAJRIA TRIAZARA
- FERNALDI PUTRA LIANTAMA
Editor: Dewi Adelia (UC Delyn)