Jurnalisasi Mahasiswa PMM UMM Sebagai Upaya Revitalisasi Seni Wayang Topeng oleh Muhammad Sugeng Alias Lihong: Menghidupkan Kembali Tradisi yang Hampir Mati Suri

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang menyambangi salah satu tokoh seniman Topeng Malangan di Desa Kemantren, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, (Jumat, 2 Februari 2024). Mahasiswa tersebut terdiri dari lima orang, yaitu Andi Izra Islamay Pasyah, Miftahul Putra, Haidar Zakki Jumali, Andrian Satrio Bethaviaji dan Hadi Dwi Ardiansyah dari prodi Teknik Informatika dibawah naungan Bapak Widianto, ST., MT. Kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini adalah untuk mengaplikasikan Hilirisasi hasil Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Mereka menemui salah satu tokoh tersebut dengan maksud dan tujuan untuk membantu mengangkat kembali tentang kesenian Wayang Topeng ke dalam media publikasi. Hal tersebut dilakukan untuk menghidupkan kembali budaya yang sempat redup di daerah tersebut. 

Sejak tahun 2016, seorang seniman bernama Muhammad Sugeng Alias Lihong telah berperan penting dalam usaha membangkitkan kembali seni wayang topeng yang hampir mati suri. Sebelumnya, seni ini telah mengalami tiga kali kejatuhan sejak tahun 1988, karena pelaku wayang topeng yang berusia antara 60 hingga 70 tahun mengalami kendala fisik, yang menghalangi mereka untuk terus melanjutkan kesenian tersebut sehingga butuh regenerasi.

Muhammad Sugeng tidak hanya sekedar menjadi peseni wayang topeng, tetapi harus memulai dari awal dengan belajar dari nol. Ia memulai perjalanan pembelajarannya di Desa Argosari di bawah bimbingan mbah Warjo. Dia diwajibkan untuk mempelajari kesenian tari topeng sebelum diperbolehkan memahat topeng karena agar dia tahu makna filosofis dibalik tari topeng tersebut.

Dalam usahanya untuk menghidupkan kembali kesenian ini, Muhammad Sugeng melakukan gebyar keliling ke berbagai sekolah, mulai dari SD, SMP hingga SMA dalam periode 1,5 tahun. Namun, ia dihadapkan dengan berbagai tantangan, terutama stigma terhadap penampilannya yang bertato dan gondrong. Ia kemudian bergabung dengan Gubuk Baca Lentera Negeri (GBLN) melalui sebuah sanggar. Melalui kegigihan para pelaku seni yang terlibat, pentas wayang topeng dan kolaborasinya dalam GBLN menjadi semakin dikenal.

Di daerah Jabung, Muhammad Sugeng adalah salah satu dari tiga pengerajin wayang topeng yang terkemuka. Berbagai cara telah dilakukan untuk memperbarui kesenian ini salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan memampatkan durasi pertunjukan menjadi lebih penuh. Perekrutan dan persiapan pertunjukan wayang topeng memakan waktu 1-2 minggu tergantung peran. Pelaksanaannya biasanya dilakukan di balai desa, dengan dukungan dari desa setempat, namun terkadang dihadapi dengan kesulitan pendanaan.

Dalam proses pembuatan topeng, bahan-bahan seperti kayu pulih, kayu mentaos serta kayu sengon, sering digunakan dalam pembuatannya yang membutuhkan waktu. Menurut beliau meskipun elemen-elemen seperti cerita, pengiring karawitan dan busana tari wayang topeng bervariasi di berbagai daerah, namun mayoritas elemen-elemen tersebut masih terjaga keutuhannya di Malang. Cerita-cerita yang biasanya diceritakan meliputi cerita Panji, Mahabarata dan Menak (cerita keislaman). 

Bagi beliau seni dalam wayang topeng itu beragam dalam kenikmatan menekuninya, seperti dalam pembuatan wayang topeng seorang pemahat bisa memanifestasikan karakter yang dibuat, agar pada setiap ukiran dapat menggambarkan secara detail seseorang tokoh, adapun dalam tari wayang topeng seninya dapat dirasakan dari dialog diceritakan melalui gerakan tari yang indah, tegas, luwes dari berbagai karakter yang menjadi ciri khas pada setiap tokoh.

Namun menurut beliau “Bagi saya ya mas, selama menjalani menjadi seniman wayang topeng, pendalaman seni yang saya rasakan adalah saat ada keguyuban (kebersamaan) berjuang, merawat komunitas, suasana yang dirasakan bersama”

Di tengah kesibukannya menjadi pelaku seni secara mandiri dan idealis, Muhammad Sugeng juga aktif dalam mendukung dan membantu proyek-proyek lain, seperti membantu suatu lembaga dalam proyek pembuatan robotika miniatur untuk pengolahan limbah dari bambu. Ia melakukan kerja sama dengan lembaga tertentu dalam proyek ini, menggunakan teknologi IoT dan sensor organik dan non-organik.

Salah satu cita-cita Muhammad Sugeng kedepannya adalah membangun Museum Wayang Topeng, sebagai proyek destinasi untuk melestarikan kesenian wayang topeng. Beliau juga memiliki visi untuk memetakan budaya di Desa Kemantren dan membuat infografis budaya tersebut untuk memperkenalkan wayang topeng lebih luas lagi. Sebagai pengakuan atas usahanya, dia telah berhasil mencatatkan prestasi dengan pembuatan 80-100 topeng mikro, yang mendapat rekor MURI pada tahun 2021.

Dengan kesungguhan atas dedikasinya, Muhammad Sugeng Alias Lihong telah menjadi salah satu tokoh penting dalam usaha mempertahankan dan mengembangkan seni wayang topeng, serta melestarikan warisan budaya yang berharga bagi generasi mendatang.

Editor: Fadhila Naili Z. (UC Neli)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top